Apabila Dikurniakan Kepada Kamu Rezeki Berupa Rasa Puas Dengan Taat (Kepada Allah Swt) Dan Rasa Cukup (Dengan-Nya), Maka Ketahuilah Telah Disempurnakan Atas Kamu Nikmat-Nikmat Yang Lahir Dan Yang Batin.
Dua jenis rezeki yang dinyatakan di atas adalah Islam dan Iman. Hamba Allah swt yang memperoleh kedua rezeki tersebut menjadi insan yang beriman dan beramal salih. Tidak ada amal salih tanpa iman dan tidak ada pernyataan iman tanpa amal salih. Ayat-ayat al-Quran sering menggandengkan iman dan amal salih sebagai satu, tidak diceraikan. Orang yang mengaku beriman tapi tidak beramal menurut apa yang diimaninya adalah dianggap sebagai orang yang berbohong, sementara orang yang melakukan amal sedangkan hatinya tidak beriman adalah munafik. Kesempurnaan seorang insan terletak pada kopling keduanya, yaitu iman dan amal salih.
Islam berarti tunduk patuh kepada Allah swt dengan mentaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Orang Islam adalah orang yang bertaklid melulu kepada Allah swt Segala pikiran dan kehendak menjurus sepenuhnya kepada apa yang ditunjukkan oleh Allah swt, yang dibawa oleh Rasul-Nya. Akal, perasaan dan perbuatan tunduk kepada ketentuan Allah swt Ketaatan kepada Allah swt mencakup lahir dan batin.
Perbuatan lahir sesuai dengan tuntutan syariat dan perbuatan batin pula mengikhlaskan hati semata-mata karena Allah swt Memelihara perbatasan yang ditentukan oleh Allah swt secara lahir dan batin menghasilkan takwa. Semulia-mulia hamba di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Takwa tidak diperoleh tanpa praktek Islam. Islam sudah cukup lengkap. Semua perintah yang meliputi suruhan dan tegahan sudah disajikan di depan mata. Tidak usah menunggu perintah yang lain lagi.
Jika Islam melahirkan amal salih, iman pula melahirkan penyaksian mata hati (musyahadah) terhadap ketuhanan Allah swt pada setiap pandangan ke segala hal. Allah swt berfirman:
Wahai orang-orang yang beriman! Tetapkanlah iman kamu kepada Allah dan Rasul-Nya ... (Ayat 136: Surah an-Nisaa ')
Ayat di atas ditujukan kepada orang yang sudah beriman. Mereka sudah beriman tapi masih diminta untuk beriman. Iman pada tahap awal berdasarkan dalil-dalil dan pembuktian. Kemudian mereka diajak pula kepada iman dengan penyaksian mata hati, menyaksikan Rububiyah yang tidak pernah berpisah dari ubudiyah. Tanpa penyaksian terhadap Rububiyah segala amal tidak berguna karena orang yang beramal menisbahkan amal itu kepada dirinya sendiri, sedangkan tidak ada yang melakukan sesuatu kecuali dengan izin Allah swt, dengan qudrah dan iradah-Nya, dengan Haula dan kuwwata-Nya.
Himpunan amal sebesar gunung tidak dapat menandingi iman yang sebesar partikel. Orang yang beriman dan menyaksikan Rububiyah pada segala hal dan semua amal itulah orang yang memperoleh nikmat yang sempurna lahir dan batin, karena hubungannya dengan Allah swt tidak pernah putus. Orang inilah yang merasa puas dengan berbuat taat kepada Allah swt dan merasa cukup dengan-Nya, karena tidak ada Tuhan melainkan Allah dan tidak terjadi sesuatu hal kecuali menurut ketentuan-Nya. Apa lagi yang harus dilakukan oleh seorang hamba melainkan taat kepada-Nya dan menerima keputusan-Nya.