close

Silahkan kunjungi website program-program mulia kami, klik tombol dibawah ini

www.rumahyatimindonesia.org


Telp. 0265-2351868 | WA 0878 8555 4556

Monday 20 April 2015

Ketika Istriku Mengeluh



Seorang istri membuat pengakuan mengejutkan kepada suaminya, bahwa ternyata sebagai istri dia tidak merasa bahagia. Si suami pun dengan sabar mendengarkan keluhan si istri.


“Istri tetangga tiap sebentar ganti baju baru, sedangkan pakaianku itu-itu saja dan sudah lusuh semua. Temanku punya sepatu yang selalu berganti setiap hari kerja, sedangkan sepatuku ketinggalan mode dan hanya satu-satunya,” keluh si istri.


Tak mau berhenti, dia melanjutkan keluhan lagi, “Harusnya kita punya tiga panci, jika cuma punya satu susah sekali memasak!”
Lain waktu, dia berkeluh kesah kembali, “Tidak mungkin lagi kita mengandalkan sepeda motor tua. Anak kita sudah dua, susah kalau pergi ke mana-mana. Sudah saatnya kita punya mobil!”


Berikutnya keluhan lain juga muncul, “Capek mengurusi dua anak, sudah waktunya rumah ini memiliki pembantu.”


Akhirnya si suami menanggapi, “Baiklah, aku akan mengabulkan semua keinginanmu. Kita akan membeli baju dan sepatu baru. Peralatan memasak juga akan ditambah. Pembantu akan didatangkan menggantikan kesibukanmu. Kita pun akan pergi ke showroom mobil untuk memilih yang paling kita sukai.”


Istrinya pun kaget, “Kok, langsung semuanya dikabulkan? Uangnya dari mana?”


Si suami menjawab, “Tak usah dipikirkan uangnya, itu urusanku. Penuhi saja satu syarat, niscaya semua keinginanmu akan diwujudkan.”
“Boleh, sebutkan saja syarat itu. Tapi jika syaratnya kau ingin menikah lagi, aku tidak mau!” tukas istrinya sewot.


“Syaratnya, cobalah kau ingat satu per satu nikmat yang telah diberikan Allah dan syukurilah nikmat itu,” ujar suaminya seraya tersenyum.
Sesuai dengan kesepakatan, si istri pun mulai menghitung nikmat Allah satu per satu lalu mensyukurinya. Ternyata dia menemukan banyak keajaiban:


Saat anak-anaknya tidur, dipandanginya wajah bocah-bocah cilik itu. Rasa haru menyelusup ke rongga hatinya, dia menyadari betapa besar makna kehadiran mereka. Anak-anak itu yang membuat hidupnya sebagai ibu menjadi teramat indah dan penuh warna. Dia bersyukur mendapatkan buah hati yang sangat lucu, ketika para sahabatnya masih terus kesepian tanpa anak di rumah megahnya.


Dialihkannya pandangan ke arah sang suami yang juga terlelap. Pria itu teramat baik, sabar, dan tegar. Tidak ada keluhan yang disampaikannya selama berumah tangga. Wanita itu bersyukur karena lebih beruntung dibandingkan dengan istri lain yang menjadi sasaran kekerasan suami mereka. Bahkan di antara teman-temannya masih banyak yang melajang di usia senja.


Dibukanya lemari pakaian. Di sana berjajar beberapa pakaian yang dibelikan suaminya dengan uang hasil kerja kerasnya. Wanita itu ingat betapa sabar si suami mendampinginya seharian di pasar untuk memilihkan pakaian yang terbaik baginya. Dia bersyukur pakaiannya masih lebih baik daripada busana temannya yang betul-betul tak punya pilihan.


Kaki pun dilangkahkannya ke arah dapur. Di sana perabotan tersusun rapi, meski bukan barang mahal, tapi cukup lengkap. Dia bersyukur sampai detik ini anak-anak dan suaminya tidak suka makan atau jajan di luar. Seluruh anggota keluarga menyukai masakannya. Kalau teringat itu, semangat hidupnya jadi menyala-nyala, hilang semua rasa capeknya selama ini. Dia pun tak mau kasih sayang keluarga beralih kepada pembantu.


Di dapur pula dia mendapati sepeda motor, kendaraan kebanggaan mereka sekeluarga. Sepeda motor itu baru saja lunas kreditnya, setelah cukup lama dicicil suaminya. Kendaraan itu diperoleh dengan uang halal sehingga terasa nikmat saat memakainya. Dia bersyukur tak ada rasa waswas ketika mengendarainya, tidak seperti tetangga yang mobilnya ikut disita aparat karena diperoleh dengan korupsi.


Esok harinya dia menemui suaminya. Dia tak merasa perlu dibelikan semua benda yang dituntutnya tempo hari. Cukup membeli yang betul-betul penting dan dibutuhkan saja. Mengapa? Karena dia telah menemukan kebahagiaan itu ada dalam rasa syukur. Kebahagiaan telah terhampar di dalam keluarga sederhananya. Istri itu tak mau kehilangan kebahagiaan yang tengah dinikmatinya hanya karena terlalu banyak menuntut.


Sahabat, Kebahagiaan tidak bisa kita dapatkan dengan banyak menuntut, melainkan dengan mengurangi tuntutan. Kebahagiaan juga tidak identik dengan banyaknya harta benda, kendati banyaknya kekayaan juga salah satu faktor kebahagiaan, tetapi keberadaan Keluarga yang saling menghargai penuh kasih sayang jauh lebih membahagiakan dari yang lainnya. Kebahagiaan tidak kita capai dengan mewujudkan semua keinginan, tetapi dengan menikmati dan mensyukuri apa yang sudah kita miliki.


Rasulullah Saw bersabda. : “Barang siapa beriman kepada Allah Swt dan Hari Akhir, hendaklah ia tidak menganggu tetangganya. Jagalah pesanku tentang kaum Wanita agar mereka diperlakukan dengan baik. Sebab, mereka diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok. Tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas. Jika engkau berusaha untuk meluruskannya, tulang itu akan patah. Jika engkau membiarkannya, tulang itu tetap bengkok. Oleh karena itu, jagalah pesanku tentang kaum perempuan agar mereka diperlakukan baik "(HR. Al Bukhari dan Muslim)