close

Silahkan kunjungi website program-program mulia kami, klik tombol dibawah ini

www.rumahyatimindonesia.org


Telp. 0265-2351868 | WA 0878 8555 4556

Monday 20 April 2015

Empeng



Mungkin kita dan istri kita sebenarnya tidak pernah bermaksud mebiarkan anak dengan empeng-benda kecil dari karet elastis yang dibikin menyerupai puting susu. Tetapi ketika suatu saat ada  salah satu kelauarga memberikan kepada seorang anak kita. Semula kita kurang sepakat karena kita tidak melihat manfaatnya secara nyata. Hanya saja setelah diyakinkan, kita luluh juga.

Waktu berjalan dan masa berganti.  Anak kita ini pun terbiasa dengan empeng. Praktis memang. Kalau ia menangis di antara tidurnya, cukup dengan memberinya empeng, maka diamlah ia. Kalau di perjalan ia mulai rewel, empeng akan segera membuatnya tenag. Lama-lama empeng sudah menjadi semacam obat bius atau rokok yang membuatnya KKECANDUAN. Yang awalanya bermanfaat menenangkan, sekarang sudah menciptakan KETERGANTUNGAN. Dia tidak pernah bisa tidur nyenyak kalau empeng hilang dari hisapnya. Meski malam sudah larut dan matanya sudah mengantuk berat, tangisnya tetap akan memecah kesunyian malam apabila empeng belum di pengang.

Memang awalnya cuma ketergantungan pada empeng. Tetapi yang tampaknya sepele ini bisa besar keburukannya kalau disepelekan. Ketergantungan pada benda kecil yang tidak banyak memberi manfaat ini, bisa melemahkan jiwa. Ia tidak dapat memperoleh ketenangan apabila tak ada empeng di tangannya. Hatinya gelisah, perasaannya kacau dan merasa dunia sudah muram jika tidak ada empeng.  Kalau keadaan ini dibiarkan  tanpa penanganan, jiwanya bisa ringkih. Sama ringkihnya dengan jiwa kita yang menganggap tidak mungkin membangun umat tanpa harta dan kekuasaan. Akibatnya, kita suka sekali berkelit kalau belum mampu melakukan apa-apa yang berarti, “Ya, bagaiman lagi. Kita tidak punya media massa dan stasiun TV. Kita juga tidak punya menteri dan pejabat tinggi. Jadi ya susah kalau mau melakukan perubahan.” 

Anggapan inilah yang membuat kita tak berdaya. Padahal Allah sudah menunjukkan, “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah apapun yang ada pada suatu kaum, sehingga mereka mengubah apa-apa yang ada pada jiwa mereka. Dan apabila Allah menghendaki keburukan pada suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya, dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (Q.s ar-Ra’ad : 11).

Allah sudah menujukkan, kunci perubahan bukan terletak pada harta dan kekuasaan. Bukan. Tetapi ia terletak pada jiwa (nafs). Sejarah bangsa-bangsa besar juga menunjukkan hal yang sama.  

Kekuatan Yahudi yang sangat mencengkeram dunia saat ini, sangat dipengaruhi oleh bagaimana mereka membangun jiwa. Orang-orang Yahudi yang militansinya sangat tinggi, terlahir dari lembaga pendidikan bernama kibbutzim yang lebih mementingkan bagaimana membangkitkan kekuatan jiwa. Bukan harta dan kekuasaan. Berawal dari jiwa kokoh dan memiliki misi serta komitmen yang kuat, perubahan besar dapat diharapkan.  

kita teringat dengan Imam al-Hafidz Imaduddin Abul-Fida Ismail bin Katsir dalam tafsirnya yang terkenal. Berkenaan dengan firman Allah “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah apa-apa yang ada pada jiwa mereka”, Ibnu Katsir menukil riwayat Ibnu Hatim dari Ibrahim, dia berkata: Allah mewahyukan kepada salah seorang Nabi Bani Israel: Katakanlah kepada kaummu, “Tidaklah penduduk suatu negeri dan tidaklah penghuni suatu rumah yang berada dalam ketaatan kepada Allah, kemudian mereka beralaih kepada kemaksiatan terhadap Allah melainkan Allah menganlihkan dari mereka apa yang mereka cintai kepada apa yang mereka benci.”

Lalu apa hubungannya dengan empeng? Tidak ada, jika hanya berkait dengan wujud fisknya. Masalah baru muncul ketika empeng telah menciptakan ketergantungan. Tampaknya sepele, tetapi ketika anak sudah merasa tidak berdaya tanpa ada empeng; tak bisa tidur tanpa empeng, tak bisa tenang jiwanya tanpa empeng, maka harus ada langkah serius agar tidak terus-menerus jiwanya terbelenggu. Ini butuh keberanian untuk memulai serta sedikit kekuatan jiwa untuk melakasanakan. Jika tidak, kita masih akan berkubang dengan kekhawatiran kalau anak akan rewel, tidak mau diam dan sulit ditangani kalau tidak ada empeng. Setiap hendak mulai menghentikan ketergantungan pada empeng, kekhawatiran itulah yang sering muncul. Padahal semakin ditunda-tunda, ketergantungan itu bisa semakin besar, sehingga diperlukan usaha yang lebih keras dan prses yang lebih sulit untuk menghentikannya.
 
Seperti halnya empeng, banyak anak-anak yang kecanduan TV / PS /GAME. Mereka gelisah jika di rumah tak lagi ada TV / PS /GAME, Sedemikan kuatnya ketergantungan pada TV / PS /GAME, sehingga mereka akan selalu mencari sampai kerumah tetangga apabila tak menemukannya di rumah. Sehari saja tidak melihat TV / PS /GAME rasanya seperi ada yang hilang. Ini tentu saja harus kita tanggapi sesegera mungkin. Selagi hati belum terpaut terlalu jauh, mencegahnya akan lebih mudah.  

Anak-anak yang lari ke ruamah tetangga, merupakan isyarat bahwa anak-anak belum benar-benar mau mendengar ucapan kita. Di saat kita masih hidup saja mereka sudah tak mau mendengar, apalagi orang lain ?.