close

Silahkan kunjungi website program-program mulia kami, klik tombol dibawah ini

www.rumahyatimindonesia.org


Telp. 0265-2351868 | WA 0878 8555 4556

Friday 10 November 2017

Riya Membinasakan Pahala









Pada suatu waktu sahur, seorang abid membaca Al-Quran, surah "Thoha", di dirumahnya yang berdekatan dengan jalan raya. Selesai membaca, dia merasa sangat mengantuk, lalu tertidur. Dalam tidurnya itu dia bermimpi melihat seorang lelaki turun dari langit membawa senaskhah Al-Quran.

Lelaki itu datang menemuinya dan segera membuka kitab suci itu di depannya. dibukanya surat "Thoha" dan dibukanya halaman demi halaman untuk dilihat oleh abid. abid melihat setiap kalimat surat itu dicatatkan sepuluh kebaikan sebagai pahala bacaannya kecuali satu kalimat saja yang catatannya dihapuskan.

Lalu katanya, "Demi Allah, sesungguhnya telahku baca seluruh surat ini tanpa meninggalkan satu kalimat pun". "Tetapi kenapakah catatan pahala untuk kalimat ini dihapuskan?" Lelaki itu berkata. "Benarlah seperti katamu itu. Engkau memang tidak meninggalkan kalimah itu dalam bacaanmu tadi. bahkan , untuk kalimat itu telah kami catatkan pahalanya, tetapi tiba-tiba kami mendengar suara yang menyeru dari arah 'Arasy : 'hapuskan catatan itu dan gugurkan pahala untuk kalimat itu'. Maka sebab itulah kami segera menghapuskannya".

Abid pun menangis dalam mimpinya itu dan berkata, "Kenapakah kenapa itu bisa terjadi?".

"karena engkau sendiri. Ketika membaca surat itu tadi, seorang hamba Allah melewati jalan di depan rumah mu. Engkau sadar akan hal itu, lalu engkau meninggikan suara bacaanmu supaya didengar oleh hamba Allah itu. Kalimat yang tidak ada catatan pahala itulah yang telah engkau baca dengan suara tinggi itu". Si abid terbangun dari tidurnya. 

"Astaghfirullaahal-'Azhim! Sungguh licin virus riya' menyusup masuk ke dalam kalbu ku dan sungguh besar kecelakaannya. Dalam sekelip mata saja ibadahku dimusnahkannya. Benarlah kata alim ulama', serangan penyakit riya' atau ujub, bisa membinasakan amal ibadah seseorang hamba Allah selama tujuh puluh tahun".