close

Silahkan kunjungi website program-program mulia kami, klik tombol dibawah ini

www.rumahyatimindonesia.org


Telp. 0265-2351868 | WA 0878 8555 4556

Friday 4 December 2020

Ketika Allah Menitipkan Anak

 

Anak  adalah amanah yang Allah titipkan kepada orang tua. Buah hati bisa menjadi anugerah namun disaat yang sama bisa menjadi ujian untuk orang tua. Semua tergantung dari sudut pandang dan pola asuh yang diberikan. Setidaknya, pepatah yang menyatakan “apa yang ditanam maka itu yang dituai” bukanlah sekedar isapan jempol belaka.

Ketika sudat pandang orang tua diliputi dengan rasa syukur kepada Allah dan diaplikasikan dengan pola asuh anak yang seusai dengan tuntunan Nabi, maka Insyaallah anak akan menjadi anugerah yang menjadi perhiasan indah di dunia bahkan menjadi pengangkat derajat orang tua di akhirat kelak. Sebaliknya, jika pola asuh yang diberikan kurang maksimal bahkan rasa syukur kepada Sang Khaliq juga sangat sedikit, tentu kemungkinan anak menjadi ujian bagi orang tua sangat besar.

Setiap anak yang dilahirkan ke dunia tidak bisa memilih orang tuanya. Tapi setiap orang tua bisa menentukan arah kehidupan seorang anak. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,

 “Setiap anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Majusi, atau Nasrani.” (HR. al-Baihaqi dan ath-Thabarani)

Anak ibarat kertas putih yang siap menerima tinta dari orang tuanya. Apapun yang orang tuanya tuliskan tentang kehidupan di kertas putih itu, itulah yang akan menjadikan karakter anak. Ibu sebagai madrasah pertama, tentu memiliki peran yang sangat penting. Bahkan pendidikan terbaik seharusnya diberikan dari saat awal mengandung. Lebih jauh lagi ketika sang “ibu” masih single, ia selalu menjaga kehormatannya dalam taat kepada Allah dan RasulNya, mempelajari ilmu agama dan memilih “imam” yang sholeh, adalah termasuk bagian dari proses panjang memulai pendidikan anak.

Tapi bukan berarti ayah tidak berperan, justru yang membimbing, mengarahkan dan mengevaluasi hasil pendidikan anak adalah ayah. Semakin bagus kerjasama antara ayah dan ibu dalam mendidik anak, tentu karakter anak yang kuat, cerdas dan sholeh/sholehah akan semakin nyata tergambar.

Sholeh dan sholehahnya seorang anak tidak bisa dibeli dengan uang. Ketaatan anak itu hanya akan muncul dari kesadaran yang telah dibangun oleh orang tua sejak dini. Analogi sederhananya jika ingin memanen tomat, tentu bibit tomat yang harus ditanam. Jika ingin memanen jagung, tentu bibit jagunglah yang mesti ditanam.

Maka, jika ingin anak yang berbakti, berkepribadian Islami, hapal Al Qur’an, taat kepada Allah dan RasulNya, tentu bibit yang ditanam orang tua haruslah berupa iman dan taqwa. Jika bibit tomat dan jagung harus dirawat dengan diberikan air dan pupuk agar bisa tumbuh dan dipanen, begitu pula dengan anak, harus dirawat dengan teladan orang tua dan pendidikan yang Islami.

Bersusah payah dalam mendidik anak sejak dini adalah bagian dari ibadah. Pengorbanan tenaga dan waktu adalah hal yang pasti harus diberikan untuk anak. Karena ketika Allah menitipkan sang buah hati kepada orang tua, disaat itulah Allah memberikan juga kewajiban untuk merawat dan mendidiknya.