close

Silahkan kunjungi website program-program mulia kami, klik tombol dibawah ini

www.rumahyatimindonesia.org


Telp. 0265-2351868 | WA 0878 8555 4556

Monday 29 May 2017

Antara Jabatan Dan Kejujuran






Sahabat, betapa banyak kita yang sangat tergiur bahkan berebut menduduki amanah Kepemimpinan, salah ? Ya gak sih, masalahnya begitu banyak yang harus dikorbankan hanya sekedar untuk pesta kepemimpinan itu.

Kalo belum jadi pemimpin saja sudah terlalu banyak yang dikorbankan dan yang jadi korban, bagaimana nanti kalo sudah jadi Pemimpin beneran ? Gak kebayang daya rusak dan kezalimannya.
Kasus kisah dibawah ini adalah salah satu kasus diantara 'RIBUAN' kasuh serupa yang sedang terjadi di negeri kita tercinta ini ? Sepertinya kita sama-sama tau dan sama-sama bungkam,
astaghfirullah, beginilah nasib hidup kita dibawah naungan 'PENJAJAHAN' Sistem Iblis.

Tidak rindukah kita, kalo Ajaran Allah SWT ini TEGAK ? di Bumi yang saat ini kaki kita berpijak ?
Yuk, Kita tegakkan mulai dari diri dan keluarga kita, kalo bukan kita, mau nunggu siapa lagi yang akan memperjuangkan AJARAN ALLAH ini ? lalu kapan lagi kita akan ' DICATAT' oleh Allah sebagai PEJUANGNYA ?

-------------
Selayaknya Pak Uban dinobatkan sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil) teladan. Hampir seluruh hidupnya, jiwa raganya, waktunya, pikirannya, bahkan kepentingan keluarganya dipersembahkan demi menunaikan tugas negara. Tak jarang dia membawa pekerjaan ke rumah, mengorbankan waktu istirahat demi melayani rakyat.

Selaku abdi negara, Pak Uban benar-benar jujur dan bersih. Hanya gaji bulanan yang dimakannya, uang yang diragukan saja dia tolak apalagi korupsi. Anak-anak dan Istrinya hidup dengan amat sederhana. Benda berharga di rumahnya hanya sepeda motor butut, itu pun kreditan.

Sikap yang terlalu bersih adalah satu-satunya karakter yang membuatnya kurang disenangi sebagian orang. “Dia orang baik, sayangnya tidak mau bekerja sama!” komentar teman-temannya sekantor.
Pak Uban mengabdi di sebuah kota kecil. Jauh dari publikasi hingga puluhan tahun pengabdiannya tak kunjung diberi penghargaan. Kendati demikian, dia tetap ikhlas mengabdi. “Ganjaran itu dari Allah,” ujarnya tersenyum.

Berdasarkan golongan kepegawaian, pengalaman kerja, prestasi, dan kualitas, Pak Uban berhak menduduki jabatan bergengsi di kantor itu. Jabatan itu posisi tertinggi secara administrasi kantor, hanya kepala kantor yang di atasnya.

Di sini dia membayar mahal untuk kejujurannya. Kepala kantor tidak mau memproses berkasnya ke Jakarta, malah orang yang tidak layak secara golongan kepegawaian dan tidak memenuhi syarat yang dia ajukan untuk naik jabatan.

Mudah ditebak! Orang yang tak berhak, tak cakap, dan tak berkualitas itu yang dilantik karena dia dapat diajak bekerja sama memainkan proyek-proyek. Pak Uban pun tercampak sebagai pegawai biasa.

Hal itu menjadi pukulan hebat bagi Pak Uban. Dia dilanda rasa sedih mendalam memikirkan betapa rusaknya birokrasi di negeri ini, pikirannya tertuju pada masa depan generasi sesudahnya. Akibatnya, dia tidak bisa tidur, kesehatannya pun menurun hingga sakit-sakitan. Dan tidak lama kemudian, pria baik itu meninggal dunia.

Walau sempat hidup susah, dia meninggal dalam KEJUJURAN. Hanya Sikap JUJUR Inilah warisan satu-satunya yang paling berharga untuk keluarganya dan mungkin juga untuk kita semua.
Bahagia itu adalah pilihan, dan kebahagiaan dipilih dengan setia berperilaku jujur dan bersih. Boleh saja kehilangan jabatan, asal tidak kehilangan kebahagiaan.

KEBELET KAYA itu boleh-boleh saja asal tidak menghalalkan segala cara,
sebenarnya mudah kok kalau INGIN CEPAT KAYA, gak harus jadi Pejabat duluan lalu Korupsi,

Caranya ?
Kalau menurut Tunggu Desem, DEKATI ORANG KAYA maka kita akan KETULARAN KAYA, itu teorinya
tapi mana ada orang kaya mau dideketi ORANG KERE, yang ada malah kabur takut dimintai sumbangan, dikasihi promosi atau minjem duit, He He He.....

Nah, dari pada deket sama orang kaya susah, mendingan DEKATI YANG MAHA KAYA sekalian gak usah tanggung-tanggung, pasti segala mudah dan dijamin kita PASTI KAYA !, gak percaya ? Yuk kita buktikan Sama-sama !