close

Silahkan kunjungi website program-program mulia kami, klik tombol dibawah ini

www.rumahyatimindonesia.org


Telp. 0265-2351868 | WA 0878 8555 4556

Saturday 27 February 2016

2.3 atau 3.2 Milyar?



Sahabat yang senantiasa dalam naungan karunia dan rezeki Allah SWT, sungguh mulialah kita, ketika kejujuran telah menjadi karakter dalam diri kita, dan sangat beruntung dan berbahagialah kita ketika kita dikelilingi oleh orang-orang yang jujur, anak yang jujur, istri atau suami jujur, pembantu di rumah jujur, karyawan semua jujur, patner bisnis kita jujur.

Kejujuran membuat hidup kita begitu indah, pantas saja seorang teman Direktur pernah meminta dicarikan karyawan, dia Cuma kasih dua syarat saja punya KEMAUAN dan JUJUR. Dan ternyata memang KEJUJURAN itu salah satu PINTU Masuk Sorganya Allah SWT.

“Dan Allah telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu.” (An-Nisa’: 113)

Saya mengenal sosok Syafe’i di sebuah masjid perkantoran di sekitar Jendral Sudirman, Jakarta, tempat saya sering bersilaturahmi. Ia adalah seorang yang rajin beribadah. Saya sering melihat Syafe’i selalu berada pada shaf pertama setiap kali shalat berjamaah. Ia adalah seorang muslim yang taat, setidaknya itulah sosok yang saya kenal dari diri Syafe’i.

Syafe’i adalah seorang driver yang bekerja lebih dan 20 tahun, ia membawa mobil seorang direktur utama sebuah perusahaan sekuritas di Jakarta. Hal yang membuat Syafe’i disukai dalam tugasnya, ia memiliki sifat yang jujur, tidak banyak bicara, dan loyal terhadap majikan. Amat sulit rasanya di zaman sekarang ini mencari seorang pegawai seperti Syafe’i yang setia mengemban tugas yang sama lebih dari 20 tahun. Hal yang menarik dari diri Syafe’i pun adalah sifat qanaah yang dimilikinya. “Gak ngoyo,”1 selalu merasa puas dengan anugerah yang Allah berikan untuk dirinya dan keluarga.

Inilah hakikat manusia yang kaya. Ia senantiasa merasa cukup atas karunia Allah Swt., tidak berharap lebih dari apa yang diberikan.

Pagi itu, Syafe’i hendak berangkat menuju rumah majikannya. Sebelum meninggalkan rumah, Syafe’i dilepas dengan sebuah keluhan yang meluncur dari mulut istrinya perihal biaya pendaftaran kuliah anak mereka sebesar Rp. 8 juta. Sang istri meminta Syafe’i untuk mencari dana sebesar itu, setidaknya dengan cara meminjam terlebih dahulu, kemudian dicicil dari penghasilan bulanan mereka yang pas-pasan.

“Pak, tolong pinjam dulu kepada majikanmu dana untuk anak kita kuliah!” Pinta istri Syafe’i. Namun, Syafe’i tidak menanggapi usulan istrinya sepatah kata pun. Ia sadar bahwa dana sebesar itu hanya akan membuat sulit hidupnya, karena harus mengangsur cicilan pinjaman. Apalagi bila dana itu dipinjam dari bosnya, pasti akan membuat hubungan menjadi tidak enak.

Syafe’i lebih memilih mengadukan urusannya ini kepada Allah SWT, daripada harus diceritakan kepada sesama.

Sejak saat itu, Syafe’i senantiasa memanjatkan doa kepada Allah Swt. karena hajat anaknya yang ingin kuliah, Kepasrahan diri kepada Allah Swt Merupakan jalan dalam menyelesaikan semua masalah.

“Tidak ada masalah yang besar, semuanya kecil di mata Allah!” Gumam Syafe’i membesarkan hati.

Adegan pagi itu sama seperti hari-hari sebelumnya dalam karier Syafe’i. Ia sedang memegang kemudi mobil, membawa majikannya ke kantor. Sang majikan membuka pembicaraan, “Syafe’i, nanti kalau sudah sampai ke kantor, kamu segera pergi ke Divisi General Affair (bagian umum) ya! Tanyakan kepada mereka, vendor dekorasi mana yang terbaik! Saya mau merenovasi rumah yang di Kebayoran. Bila bagian GA sudah memberi tahu nama vendornya, kamu segera kontak mereka dan ajak mereka untuk melihat rumahnya. Saya minta vendor itu untuk mengajukan biaya renovasinya. Kalau sudah direnovasi, saya mau menjual numah itu. Kamu paham gak?” Tanya sang majikan.

“Saya paham, Pak!” Sahut Syafe’i sigap.

Itulah awal terbukanya pintu ijabah dan keberkahan Allah Swt. bagi Syafe’i.

Syafe’i menuruti perintah atasannya. Ia mengontak vendor tersebut, kemudian mengajaknya untuk melihat rumah majikan yang ada di daerah Kebayoran. Usai melihat, mereka mengukur dan meninjau rumah, vendor itu pun berjanji akan mengajukan penawaran biaya renovasi dalam beberapa hari. Sesuai dengan yang dijanjikan, akhirnya pengajuan renovasi rumah itu mereka buat, dan dititipkan ke Syafe’i.

“Bos, ini pengajuan renovasi rumah Kebayoran dari vendor kemarin,” kata Syafe’i kepada majikannya sebelum masuk ke dalam mobil.
Majikannya membaca pengajuan anggaran renovasi di dalam mobil.

Baru beberapa menit membaca, sang majikan langsung berkomentar, “Kok mahal sekali ya, masa hanya renovasi rumah begitu saja sampai menghabiskan dana lebih dari Rp. 200 juta!”

Mendengar itu Syafe’i menimpal, “Wah, mahal betul ya Bos! Kalau Bos gak setuju dengan penawaran vendor itu, saya punya teman pemborong yang kerjanya bagus. Insya Allah, harga yang ditawarkan jauh lebih murah dari vendor tadi. Kalau masih ragu, Bos yang membeli semua materialnya, nanti hanya bayar jasa pengerjaan,” jelas Syafe’i.

Sang majikan sudah sangat mengenal sifat dan watak Syafe’i. Dua puluh tahun menjadi pekerjanya sebagai bukti kejujuran dan loyalitas yang sudah tidak lagi diragukan. Tanpa banyak komentar sang majikan meminta Syafe’i mengajak temannya yang pemborong itu untuk merenovasi rumah. Benar saja, renovasi rumah lewat pemborong teman akrab Syafe’i hanya memakan dana Rp. 60 juta!

Sang majikan senang karena supirnya telah membuat efisiensi pengeluaran tidak kurang dari 140 juta rupiah.

Kesenangan majikan itu terus berlanjut, yang kemudian mempercayakan Syafe’i untuk menjual langsung rumah yang baru direnovasi tadi.

Dalam perjalanan menuju kantor, sang majikan berkata kepada Syafe’i, “Usai mengantar saya, tolong kamu pergi ke biro iklan. Pasang iklan di media cetak mengenai penjualan rumah di Kebayoran. Kamu kan sudah tahu semua spesifikasi rumahnya, nanti contact person-nya atas nama kamu saja, Syafe’i! Terus jangan lupa untuk mencantumkan harga penjualan sebesar 2,3 milyar!!!” Jelas sang majikan kepada Syafe’i.

Syafe’i mengiyakan semua tutur majikannya. Seperti yang diminta sang majikan, usai mengantar ke kantor, Syafe’i pun pergi ke biro iklan.

Di biro iklan, Syafe’i mengisi formulir. Dalam lembar formulir itu, ia sebutkan semua spesifikasi rumah majikannya berikut seluruh fasilitasnya. Tak lupa, ia cantumkan nama dan nomor kontaknya sebagai contact person. Usai mengisi formulir iklan, maka lembar itu ia serahkan kepada petugas biro iklan. Petugas itu membacanya dan sejurus kemudian petugas itu bertanya kepada Syafe’i, “Pak, harga jualnya mau dicantumkan gak?”

“Oh iya, tolong cantumkan Mbak!” Sahut Syafe’i.

“Berapa harga yang diminta?” Kejar sang petugas.

Tiba-tiba saja Syafe’i memegang keningnya dengan telapak tangan, tidak hanya itu dia mengusap—usap rambut kepala bagian belakang seperti orang kepusingan. “Celaka, aku lupa berapa harga yang diminta majikan! 2,3 M atau 3,2 M ya?” Gumamnya.

Terus terang Syafe’i malu untuk menanyakan hal itu kepada majikannya. Nanti disangka ia teledor dalam bekerja. Lama Syafe’i mengambil keputusan. Bahkan, ia perlu keluar dari kantor biro iklan itu hanya untuk mondar-mandir memutuskan antara 2,3 atau 3,2 angka yang hendak dicantumkan.

Setelah beberapa lama menimbang dan berdoa, tiba-tiba Allah Swt. memberi ketenangan di hati Syafe’i untuk mengambil sebuah keputusan. “Aha, pasti 3,2 milyar!!! Lebih bagus 3,2 milyar dicantumkan daripada 2,3. Sebab, kalau betul angka yang diminta majikan adalah 3,2 M, sedangkan yang saya cantumkan 2,3 M., pasti tekor 900 juta. Siapa yang mau nombokin?!” Gumam Syafe’i.

Syafe’i pun masuk kembali ke kantor biro iklan sambil berujar, “Mbak, tolong cantumin harga jualnya sebesar 3,2 milyar!”

Usai membayar dan menerima struk iklan, Syafei pun kembali ke tempat kerja majikannya.

Keesokannya, iklan rumah terbit. Tak diduga, ternyata ada empat perusahaan yang mengontak Syafe’i di hari itu, suatu tanda ketertarikan mereka akan iklan rumah tersebut. Bahkan, PT. Djarum langsung menyatakan minatnya tanpa menawar sedikitpun.

Tentu saja ini adalah kabar gembira dari Syafe’i untuk majikannya.

“Hari ini Bos ada waktu gak ke notaris?! Alhamdulillah, rumah di Kebayoran ada yang berminat. PT. Djarum mau membeli rumah itu. Hebatnya, mereka gak pake nawar lagi,” kalimat Syafe’i membuka pembicaraan.

Sang majikan surprise mendengarnya, kemudian beliau bertanya kepada Syafe’i, “Memangnya berapa harga yang kamu tawarkan ke mereka?”
“Saya cuma kasih harga ke mereka seperti yang Bos minta!” Jelas Syafe’i.

“Iya, saya tahu, tapi berapa harga yang kamu lepas, Syafe’i?!” Tanya sang majikan sekali lagi.

“Mereka saya tawarin harga 3,2 milyar!” Imbuh Syafe’i.

Degg! Sang majikan kaget mendengar harga yang ditawarkan Syafe’i kepada pembeli. Padahal kemarin harga yang dia minta hanya 2,3 milyar, bukannya 3,2 milyar. Seolah tidak percaya, sang majikan langsung menyediakan waktu untuk bertemu calon pembeli di notaris hari itu.

Betul saja, rumah itu laku terjual dengan nilai 3,2 milyar rupiah.

Subhanallah, Syafe’i sudah memberi keuntungan kepada majikannya sebanyak Rp. 900 juta!!! Belum lagi efisiensi biaya renovasi rumah yang tidak kurang dari 140 juta rupiah.

Sang majikan mengulum senyum tanda puas atas dedikasi Syafe’i. Usai dari kantor notaris, di dalam mobil sang majikan berkata, “Nanti, sampai di kantor bilang kepada sekretaris saya, bahwa kamu disuruh saya untuk membuat paspor ya! Gak usah pake nanya macam-macam, pokoknya kamu bikin paspor, Syafe’i!” Tegas majikannya.

Syafe’i hanya menuruti perintah majikannya. Belakangan ia tahu bahwa ia mau diajak umrah sama majikannya sebagai syukuran
atas penjualan rumah. Syafe’i mensyukuri karunia Allah Swt. yang tak terduga ini.

Beberapa hari lagi menjelang umrah, sang majikan berkata kepada Syafe’i dalam perjalanan pulang menuju rumah majikannya. “Syafe’i, kita kan mau pergi ibadah umrah meninggalkan keluarga. Pantang bagi kita sebagai laki-laki, kalau pergi jauh ninggalin rumah tapi tidak menyisakan bekal yang cukup buat keluarga yang ditinggal. Ini kebetulan ada rezeki. Jangan dilihat besar-kecilnya. Salam saya buat istri dan anak-anakmu!”

Syafe’i menerima sebuah amplop putih cukup tebal dari majikannya. Ia berucap hamdalah dan berterima kasih atas pemberian itu. Usai mengantar majikan pulang, Syafe’i pun kembali pulang menuju rumahnya.

Ia sampai di rumah. Amplop putih titipan majikan ia berikan kepada istrinya. Betapa terkejut sang istri begitu menghitung uang yang diberikan. Jumlah yang cukup banyak untuk sebuah keluarga supir seperti Syafe’i. Uang yang berada di amplop tersebut ternyata berjumlah 8 juta rupiah!!!

Subhanallah, angka tersebut sama seperti kebutuhan keluarga Syafe’i untuk biaya daftar anaknya kuliah. Namun yang lebih hebatnya lagi, Allah Swt. malah mengundang Syafe’i untuk berangkat umrah menuju rumah-Nya lewat cara yang tidak pernah ia duga.

Sungguh Allah maha tahu kebutuhan hamba-Nya, bahkan seringkali anugerah-Nya jauh lebih baik dari apa yang kita harapkan!

“Mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia yang besar dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beriman.” (Ali Imran :171)

"Wajib atas kalian untuk jujur, sebab jujur itu akan membawa kebaikan, dan kebaikan akan menunjukkan jalan ke sorga, begitu pula seseorang senantiasa jujur dan memperhatikan kejujuran, sehingga akan termaktub di sisi Allah atas kejujurannya. Sebaliknya, janganlah berdusta, sebab dusta akan mengarah pada kejahatan, dan kejahatan akan membewa ke neraka, seseorang yang senantiasa berdusta, dan memperhatikan kedustaannya, sehingga tercatat di sisi Allah sebagai pendusta" (HR. Bukhari-Muslim dari Ibnu Mas'ud)